Senin, 16 Maret 2009

Peran Pemerintah terhadap Lembaga Keuangan Mikro

Nama : Yulia Hastuti

Nim : 0601102010041


Lembaga Keuangan Mikro atau Micro Finance Institution merupakan lembaga yang melakukan kegiatan penyediaan jasa keuaangan kepada pengusaha kecil dan mikro serta masyarakat berpenghasilan rendah yang tidak terlayani oleh Lembaga Keuangan formal dan yang telah berorientasi pasar untuk tujuan bisnis.

Menurut Marguiret Robinson (2000), pengentasan kemiskinan dapat dilaksanakan melalui banyak sarana dan program, termasuk didalamnya adalah program pangan, kesehatan, pemukiman, pendidikan, keluarga berencana dan tentu saja adalah melalui pinjaman dalam bentuk mikro kredit.

Peran pemerintah terhadap lembaga keuangan mikro adalah mensahkan atau tidak lembaga tersebut untuk memberikan kredit kepada masyarakat. Dalam konteks negara ada tiga pemasok Intermediasi Financial, yaitu :

1. Lembaga sektor formal

2. Lembaga sektor semi formal

3. Lembaga non formal


Banyaknya jenis lembaga keuangan mikro yang tumbuh dan berkembang di Indonesia menunjukkan bahwa lembaga keuangan mikro sangat dibutuhkan oleh masyarakat, terutama kelompok masyarakat berpenghasilan rendah, pengusaha kecil dan mikro yang selama ini belum terjangkau oleh jasa pelayanan keuangan perbankan khususnya bank umum.

Pada lembaga keuangan mikro ini dapat menumbuhkan minat masyarakat di pedesaan untuk berusaha atau menumbuhkan pengusaha-pengusaha kecil di pedesaan, yang pada akhirnya dapat membantu program pemerintah untuk :

1. Meningkatkan produktivitas usaha masyarakat kecil di pedesaan.

2. Meningkatkan pendapatan penduduk desa.

3. Menciptakan lapangan kerja baru di pedesaan, sehingga dapat dapat memperkecil

keinginan masyarakat pedesaan melakukan urbanisasi.

4. Menunjang program pemerintah dalam mengupayakan pemerataan

pendapatan penduduk desa dan upaya pengentasan kemiskinan.


Pinjaman dalam bentuk micro credit merupakan salah satu yang ampuh dalam menangani kemiskinan. Namun demikian perlu diperhatikan bahwa, ketika pinjaman diberikan kepada mereka yang sangat miskin, kemungkinan besar pinjaman tersebut tidak akan pernah kembali. Hal ini wajar saja, mengingat mereka (the extreme poor) tidak berpenghasilan dan tidak memiliki kegiatan produktif. Program pangan dan penciptaan lapangan kerja lebih cocok untuk masyarakat sangat miskin tersebut. Sedangkan sebagian masyarakat lain yang dikategorikan miskin namun memiliki kegiatan ekonomi (economically active working poor) atau masyarakat yang berpenghasilan rendah (lower income), mereka memiliki penghasilan, meskipun tidak banyak. Untuk itu diperlukan pendekatan, program subsidi atau jenis pinjaman mikro yang tepat untuk masing-masing kelompok masyarakat miskin tersebut.


Kebijakan Pemerintah Indonesia dibidang Otonomi Daerah, telah berpengaruh secara nyata terhadap sistem pemerintahan dan keuangan. Dari sentralisasi kepada desentralisasi. Hal tersebut sesuai dengan UU Nomor 22 tahun 1999, dimana pemberian kewenangan otonomi daerah tersebut adalah dalam wujud otonomi yang luas, nyata dan bertanggung jawab, termasuk dalam hal ini terutama adalah kewenangan dalam desentralisasi fiskal sebagaimana diatur dalam UU Nomor 25 tahun 1999.


Penerapan kebijakan desentralisasi fiskal mengandung suatu implikasi bahwa transfer dana ke daerah melalui dana perimbangan menunjukkan jumlah yang semakin besar, sehingga kemampuan keuangan daerah meningkat disertai dengan peningkatan kewenangan dalam pengelolaannya. .

Dampak dari kebijakan otonomi daerah telah menimbulkan peluang peningkatan kegiatan perekonomian daerah, terutama di daerah luar Jawa, yang selama ini mengalami ketinggalan dibanding Jakarta atau Jawa. Kegiatan bisnis daerah yang semakin berkembang tersebut pada gilirannya akan menarik investor untuk menanamkan modalnya di daerah, termasuk dalam hal ini adalah lembaga keuangan mikro dan perbankan. Kehadiran mereka diharapkan akan semakin meningkatkan bisnis daerah yang bersangkutan, melalui berbagai produk yang ditawarkannya.

Dengan semakin banyaknya masyarakat desa yang berusaha, dengan sendirinya akan membuka lapangan kerja baru, pendapatan penduduk desa meningkat, daya belinya meningkat, sehingga tingkat perekonomian di desa yang bersangkutan secara otomatis juga ikut meningkat, yang pada akhirnya dapat mengurangi atau mengentaskan kemiskinan di pedesaan.



Kamis, 12 Maret 2009

REVIEW BAB 1

Nama : Yulia Hastuti
Nim : 0601102010041

BAB SATU

Memahami Konteks Negara

Lingkungan politik dan ekonomi sangat mempengaruhi lembaga keuangan mikro dalam menyelesaikan jasa keuangan bagi masyarakat miskin. Semua faktor dan pengaruh terhadap keuangan mikro dikenal sebagai pemahaman konteks negara.
Pada bab ini menjelaskan bagaimana menempuh pendekatan makro ekonomi untuk meletakkan keuangan mikrodalam konteks negara secara keseluruhan dan memperjelas betapa pentingnya kebijakan dan pengaturan tingkat makro dalam mengembangkan lembaga keuangan mikro dan usaha mikro.

Pemasok Jasa Intermediasi Keuangan
Dalam sistem keuangan para pemasok jasa intermediasi keuangan dapat dibagi dalam lembaga formal, semi formal, dan non formal.
Lembaga keuangan formal seperti Bank pemerintah dan swasta, perusahaan asuransi, dan perusahaan pembiayaan memperoleh pengesahan dari pemerintah dan pengawasan perbankan. Lembaga semi formal tidal diatur oleh pihak yang berwenang di bidang perbankan namun biasanya diizinkan dan diawasi oleh instansi pemerintah lainnya. Sebagai contoh adalah koperasi kredit yang seringkali di awasi oleh biro yang membawahi koperasi. Sedangkan perantara keuangan non formal beroperasi diluar struktur pengaturan dan pengawasan pemerintah. Mereka mencakup pelepas uang, pemilik rumah gadai, kelompok mandiri, dan lembaga swadaya masyarakat.

Pengaruh program pemerintah terhadap penyedia swasta
Program keuangan mikro yang dilajnkan oleh pemerintah dapat mengganggu keberhasilan kegiatan keuangan mikro. Seperti pelaksanaan program keuangan mikro bersubidi yang kurang efisien. Dengan adanya layanan kesehatan, social atau kegiatan bukan keuangan lainnya yang dilaksanakan oleh departemen atau kementerian negara, mempunyai pengaruh negatif terhadap penyedia jasa keuangan mikro secara berkelanjutan.
Program pemerintah seringkali dirasakan sebagai kesejahteraan sosial, daripada sebagai usaha pembangunan ekonomi. Pemerintah yang membebaskan masyarakat miskin dari kewajiban membayar pinjaman kepada bank pemerintah dapat berpengaruh besar atas LKM sektor swasta, yang memungkinkan para peminjamnya untuk salah paham bahwa pinjaman mereka juga tidak perlu dibayar kembali.
Pengaruh penyedia keuangan mikro swasta terhadap pemasok lain
LKM sektor swasta terdiri dari kelompok pribumi atau LSM yang dijalankan tokoh masyarakat setempat. Beberapa LKM swasta masih memberikan subsidi suku bunga atau memberikan layanan bersubsidi, pihak lain lain menciptakan operasi yang sanggup mencukupi keperluannya sendiri (swasembada) dan semakin kurang mengandalkan diri pada dana eksternal dari donor.
LKM sektor swasta yang beroperasi disuatu Negara atau wilayah mempengaruhi keberhasilan para penyedia baru dengan menetapkan harapan dari pelanggan.

Kebijakan Sektor Keuangan dan Penegakan Hukum
Penting sekali untuk meneliti kebijakan sektor keuangan dan lingkungan hukum yang berhubungan dengan keuangan mikro. Kebijakan sektor keuangan meliputi :
• Kebijakan sektor bunga
• Alokasi pinjaman yang diamanatkan pemerintah
• Penegakan hukum dari kewajiban berdasarkan kontrak dan kemampuan menyita aktiva yang telah digadaikan.
Berbagai Risiko dalam Industri Keuangan Mikro
Khusus untuk LKM ada empat risiko utama, yaitu :
• Risiko Portfolio
• Kepemilikan dan Tata Kelola
Seperti : Pengawasan memadai dari manajemen
Struktur organisasi dan kepemilikan
Pendalaman keuangan secukupnya
• Risiko Manajemen
Seperti : Sistem desentralisasi opersaional
Efisiensi Manajemen
Informasi Manajemen
• Industri Baru
Seperti : Manajemen pertumbuhan
Produk dan jasa baru

Jumat, 06 Maret 2009

MicroFinance

Blog ini hanya untuk mata kuliah MicroFinance saja. Jadi semua tugas-tugas yang akan diberikan oleh Dosen Pembimbing kami yaitu Bapak Iskandarsyah Madjid SE.MM maka akan di posting disini..